Madya & Krisan

Madya

Bila Madya adalah bintang laut maka Madya selalu menganggap Krisan sebagai batu besar. Tempatnya menempel.

Tapi Krisan protes.

“Kamu ngga romantis banget. Apa-apaan sih, batu dan bintang laut? Kamu pikir ini Bikini Bottom? Makanya aku bilang, kalo sore-sore itu mendingan juga olahraga. Joging kek, senam lantai.”

Madya berdehem. Frekuensi obrolan mereka kadang berbeda sama sekali. Boro-boro gelombangnya mau saling menguatkan. Masih untung kalo ngga salah paham.

“Yawdah,” Madya mencoba lagi, “kalo aku rumah, kamu kesetnya?”

Di percobaannya yang kedua, Madya berhasil. Berhasil membuat Krisan ngambek berhari-hari.

Di hari-hari selama Krisan uring-uringan, Madya sebenarnya berupaya menyusun kata-kata untuk menjelaskannya. Tapi gagal. Madya takut malah membuat membuat Krisan makin menyembur marah.

Padahal maksud Madya adalah, dia suka berada di dekat Krisan. Suka sekali. Sampai tidak tahu harus bilang apa saking sukanya. Krisan adalah pelindung sekaligus tamengnya.

Jadi Madya memilih diam saja. Tidak menjelaskan. Tidak bilang apa-apa. Biasanya beberapa hari kemudian Krisan yang datang sendiri, meminta maaf berkali-kali karena sudah ngambek untuk urusan sepele. Mengatakan bahwa dia merasa bersalah dan setiap hari dia sebenarnya ingin meminta maaf tapi terlalu gengsi.

Krisan gampang ditebak. Beberapa orang mengatakan Krisan misterius dan penuh rahasia, tapi bagi Madya, Krisan setransparan ubur-ubur.

Sebelumnya, hidup Madya tidak pernah semudah ini.

Oh. Dan tentu saja Krisan juga marah karena disamakan dengan ubur-ubur.

 

Krisan

Bagi Krisan, Madya terlalu memanjakannya.
Krisan tahu Madya membenci Krisan dan dirinya sendiri tiap kali ini terjadi, tapi Krisan juga tahu Madya tidak pernah tahan dengan rajukan.

Madya suka main rahasia-rahasiaan. Cara tersingkat buat menebak rahasia Madya adalah membujuk dan merajuk.
Sudah lama Krisan tidak mencoba mencari tahu sendiri. Dia bosan kalah.

Dan saat Krisan penasaran, Madya selalu merasa menang, matanya berkilat jenaka, menyiratkan hal-hal yang tidak dikatakannya pada Krisan. Membuat Krisan kesal hingga sakit kepala. Dan saat seperti ini adalah saat yang paling tepat untuk membujuk Madya. Kalau perlu dengan segala cara.

Dijamin Madya akan langsung panik bila kemudian mata Krisan yang berkilat dengan air mata, dia akan buru-buru memberi tahu jawabannya. Gantian Krisan yang nyengir menang.

Sayang sekali adegan drama dan air mata jarang terjadi. Padahal Krisan selalu berharap dia bisa menangis lebih sering. Dengan begitu, berurusan Madya akan lebih mudah.

Sejak pertama bertemu, Krisan tahu bahwa Madya lebih steady darinya. Madya lebih stabil, selalu bisa diandalkan. Kelihatannya begitu. Tapi untuk orang yang mudah panik, hal yang paling dibutuhkan memang orang yang terlihat tenang di tiap situasi.

Selain itu, kemampuan Madya membaca peta serta mengingat jalur dan trayek bus kota sudah berkali-kali menyelamatkan Krisan dari ketersesatan (tersesat, dalam arti yang sebenarnya) yang tidak perlu.

Itu membuat Krisan jadi membutuhkan, dan setengah bergantung pada Madya.

Siang ini, ketika Krisan menempelkan hidung dan dahinya di kaca etalase pet shop. Madya langsung menggelengkan kepala.ย Mereka sudah sejam berada di mal ini dan semua barang yang mereka beli sudah didapat. Madya tidak melihat apa perlunya berkeliaran, dia ingin langsung pulang.

“Apa lagi, Isan?”

Dia tidak mau mendekati Krisan. Setidaknya mengenal Krisan dua tahun 2 bulan ini sudah cukup untuk tahu bahwa Krisan sedang menginginkan sesuatu darinya.

“Kucingnya lucu..” Krisan menoleh ke arah Madya, menampakkan wajah memelas terbaiknya.

“Kucing apa?” Madya melangkah menjajari Krisan. “Ngga. Yang bener aja. Kamu tau kita ngga boleh.. Subhanallah, Gusti. Camu namanya capa cih? Ngantuk? Laper ya? Mau tutu ga? Mau? Ya ampun, liat deh ni kucing cuma nguap aja lucu banget..”

Tentu saja Madya tidak membelikan Krisan si kucing, bahkan tampang memelas Krisan disatukan dengan tampang memelas kucing dijadikan satu pun tidak cukup.

Ada saatnya ketika Madya bilang A, maka A yang bakal terjadi. Krisan cukup pintar, setelah 2 tahun 4 bulan mengenal Madya (yang benar adalah 2 tahun 4 bulan, Madya salah ingat), untuk tidak merajuk atau membujuk Madya di saat seperti itu.

Tapi Madya mau menunggui Krisan bermain dengan kucing belang tiga itu hingga berjam-jam, sampai penunggu pet shop mengusir mereka dengan halus karena mal dan toko itu mau tutup.

Bagi Krisan, hidup tak pernah semenyenangkan ini.

12 thoughts on “Madya & Krisan

  1. sedang iseng2 blogwalking,,, salam kenal. bagus kisah madya dan krisan
    sepertinya anda sedang menuliskan madya sebagai sifat laki-laki sedangkan krisan sifat perempuan ya,,, :), emmmm atau cerita krisan mewakili kisah anda :),

  2. @ evillya : ini fanfic soal bromancenya Patrick-Spongebob ๐Ÿ˜†

    @ takodok : erom, erom, erom! :mrgreen:

    @ claudisi : saya ngga bisa baca peta, cuma Krisan bukan saya. saya mah orangnya ambekan.. ๐Ÿ˜›

  3. wuaahhh.. *tepuk tangan*
    saya buta arah juga, kanan kiri aja ngga bisa bedain. untung selamet idup dikota yang pake barat timur utara selatan sebagai penunjuk arah.. ๐Ÿ˜†
    udang juga belum. mau asam manis apa saus padang? :mrgreen:

    • salam kenaaal lagi.. soalnya dulu udah pernah lho kita kenalan.. ๐Ÿ˜‰

      Hee? Iya gituh? ๐Ÿ˜•

      Oooooooooo… iyyyaaa, yang waktu itu kita ketemu di kuburan kan, malem-malem di bawah pohon jati ๐Ÿ˜ฎ

      *sudahpurapuraingetngacolagi*

  4. dulu di page about mauritia sih.. tapi berhubung page sudah ga ada, maka bukti-buktinya juga sudah hilang.. ๐Ÿ˜ˆ

    jep jep, sudah, mau balon nggak? ;T

Leave a reply to Takodok! Cancel reply